Erick Thohir Tunggu Surat dari Airlangga terkait Diskon Tarif Listrik 50 Persen

Uncategorized

I. Pendahuluan

Pada akhir tahun 2024, pemerintah Indonesia mengumumkan pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan rumah tangga dengan daya listrik terpasang hingga 2.200 VA. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat pasca-kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa insentif ini diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.

Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menyampaikan bahwa ia masih menunggu surat resmi dari Airlangga terkait kebijakan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai koordinasi antar kementerian dan dampak kebijakan tersebut terhadap sektor BUMN, khususnya PT PLN (Persero).

II. Latar Belakang Kebijakan Diskon Tarif Listrik

Diskon tarif listrik 50 persen diberikan kepada sekitar 81,4 juta pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA hingga 2.200 VA. Program ini berlangsung selama dua bulan, yaitu Januari dan Februari 2025. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 13,6 triliun untuk mendanai kebijakan ini, yang diharapkan dapat membantu masyarakat menghadapi dampak ekonomi dari kenaikan PPN.

Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa diskon tarif listrik ini tidak akan diperpanjang setelah periode dua bulan tersebut. Menurut Bahlil, kebijakan ini sudah cukup untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dan pemerintah perlu fokus pada kebijakan lain ke depannya.

III. Respons Erick Thohir terhadap Kebijakan Diskon Tarif Listrik

Erick Thohir menyatakan bahwa ia masih menunggu surat resmi dari Airlangga Hartarto terkait kebijakan diskon tarif listrik 50 persen. Hal ini menunjukkan adanya koordinasi yang perlu dilakukan antar kementerian dan BUMN dalam implementasi kebijakan tersebut. Sebagai Menteri BUMN, Erick memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan pemerintah tidak berdampak negatif terhadap kinerja BUMN, termasuk PT PLN.

IV. Dampak Kebijakan terhadap PT PLN (Persero)

PT PLN (Persero) sebagai perusahaan pelat merah yang menyediakan layanan listrik kepada masyarakat, tentu merasakan dampak dari kebijakan diskon tarif listrik ini. Direktur Keuangan PLN, Sinthya Roesly, menyatakan bahwa perusahaan berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp 10 triliun akibat pemberian diskon tarif listrik 50 persen. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja keuangan PLN dan kemampuan perusahaan dalam melakukan investasi untuk pengembangan infrastruktur kelistrikan.

V. Implikasi terhadap Sektor BUMN dan Ekonomi Nasional

Kebijakan diskon tarif listrik 50 persen juga memiliki implikasi terhadap sektor BUMN secara keseluruhan. BUMN memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, dan kebijakan yang mempengaruhi kinerja BUMN perlu dipertimbangkan dengan matang. Selain itu, dampak terhadap perekonomian nasional juga perlu diperhatikan, terutama terkait dengan efisiensi anggaran dan prioritas pembangunan.

VI. Kesimpulan

Kebijakan diskon tarif listrik 50 persen merupakan langkah pemerintah untuk meringankan beban masyarakat di tengah kenaikan PPN. Namun, implementasi kebijakan ini memerlukan koordinasi yang baik antar kementerian dan BUMN. Erick Thohir sebagai Menteri BUMN menunjukkan sikap hati-hati dengan menunggu surat resmi dari Airlangga Hartarto sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak merugikan sektor BUMN dan perekonomian nasional secara keseluruhan.

VII. Rekomendasi

  1. Koordinasi yang Lebih Baik: Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi antar kementerian dan BUMN dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan, agar dampak terhadap sektor BUMN dapat diminimalisir.
  2. Evaluasi Dampak Kebijakan: Sebelum mengambil keputusan, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak kebijakan terhadap sektor BUMN dan perekonomian nasional.
  3. Alternatif Kebijakan: Pemerintah dapat mempertimbangkan alternatif kebijakan lain yang dapat meringankan beban masyarakat tanpa memberikan dampak negatif terhadap sektor BUMN.
  4. Transparansi dan Komunikasi: Pemerintah perlu memastikan adanya transparansi dan komunikasi yang jelas kepada publik mengenai kebijakan yang diambil, agar masyarakat memahami tujuan dan dampak dari kebijakan tersebut.

VIII. Aspek Hukum dan Kelembagaan: Siapa Berwenang Menentukan Tarif?

8.1. Landasan Hukum Tarif Listrik

Penetapan tarif listrik di Indonesia diatur dalam:

  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
  • Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2017 tentang Harga Jual Tenaga Listrik
  • Kewenangan Menteri ESDM, bukan langsung di tangan Menteri Koordinator atau Menteri BUMN.

Namun, karena tarif subsidi atau diskon menyangkut kompensasi fiskal, peran Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Perekonomian menjadi penting dalam sinkronisasi kebijakan dan alokasi anggaran.

8.2. Implikasi Kelembagaan: Siapa Menyetujui Apa?

Dalam konteks ini, surat dari Airlangga yang ditunggu Erick Thohir menjadi simbol penting dalam koordinasi antar lembaga:

  • Kemenko Perekonomian menyusun kebijakan stimulus.
  • Kementerian Keuangan menetapkan anggaran kompensasi.
  • Kementerian ESDM mengatur teknis pelaksanaan tarif.
  • Kementerian BUMN sebagai “pemilik” PLN, bertugas memastikan operasional perusahaan tidak terganggu.

Artinya, ketidakhadiran surat resmi menunjukkan celah koordinasi lintas kementerian, yang cukup umum dalam kebijakan berskala nasional.


IX. Aspek Fiskal: Siapa yang Bayar Diskonnya?

9.1. Anggaran Diskon Listrik dan Kompensasi

Pemerintah menyatakan akan menyediakan Rp 13,6 triliun untuk membiayai diskon listrik ini selama dua bulan (Januari–Februari 2025). Uang ini diberikan sebagai kompensasi fiskal kepada PLN, yang kehilangan pendapatan langsung dari pelanggan rumah tangga.

Namun ada risiko:

  • Jika surat dan mekanisme pencairan lambat, PLN harus menalangi diskon dari kas sendiri, yang bisa mengganggu arus kas dan belanja modal.
  • Belum jelas bagaimana mekanisme audit, penyaluran, dan pelaporan kompensasi akan berjalan dalam waktu sesingkat itu.

9.2. Efek terhadap APBN 2025

Diskon ini muncul di saat APBN sedang menghadapi tekanan dari:

  • Kenaikan belanja pemilu
  • Kewajiban hutang jatuh tempo yang tinggi
  • Target penerimaan pajak yang naik signifikan akibat kenaikan PPN

Jika tidak dikelola dengan cermat, kebijakan ini bisa berkontribusi pada pelebaran defisit fiskal, meskipun hanya bersifat temporer.


X. Perspektif Sosial: Siapa yang Benar-Benar Diuntungkan?

10.1. Segmentasi Penerima Manfaat

Diskon tarif listrik diberikan pada pelanggan rumah tangga dengan daya 450–2.200 VA, yang diklaim mencakup lebih dari 81 juta orang.

Namun perlu dicermati:

  • Data terbaru menunjukkan banyak rumah tangga berdaya 900 VA ke atas bukan tergolong miskin.
  • Beberapa pelanggan yang masih miskin justru menggunakan daya 450 VA namun tinggal di rumah sewa, dan tidak menikmati diskon secara langsung.

Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai ketepatan sasaran dari kebijakan tersebut.

10.2. Efek pada Ketimpangan

Secara umum, diskon tarif akan lebih berdampak pada:

  • Rumah tangga berpenghasilan tetap rendah (pekerja informal, buruh harian, pedagang kecil)
  • Kelompok rentan yang tertekan oleh inflasi dan kenaikan PPN

Namun, jika cakupan terlalu luas dan tidak terarah, manfaatnya bisa lebih besar diterima oleh kelas menengah bawah yang relatif mampu.


XI. Studi Perbandingan: Apakah Negara Lain Memberikan Diskon Listrik?

11.1. Studi Kasus India

India pernah memberikan diskon listrik kepada petani dan rumah tangga miskin melalui skema bernama “Power Subsidy”, namun terkadang menyebabkan defisit besar pada perusahaan distribusi (DISCOM), yang akhirnya disubsidi silang oleh pelanggan industri.

11.2. Jerman dan Prancis

Selama krisis energi 2022, pemerintah Jerman dan Prancis menyubsidi harga listrik secara terbatas, dengan syarat ketat dan target spesifik, serta didukung kompensasi fiskal dan pajak progresif dari industri energi.

Pelajaran:

  • Diskon listrik bisa efektif jika dikelola dengan akurat, transparan, dan didanai secara realistis.
  • Jika tidak, justru menimbulkan beban fiskal dan disinsentif terhadap efisiensi energi.

XII. Politik di Balik Kebijakan Diskon

12.1. Populisme vs. Rasionalitas Ekonomi

Beberapa pengamat menilai diskon tarif listrik menjelang akhir masa jabatan presiden dan perubahan kabinet bisa menjadi:

  • Strategi meredam gejolak publik atas kenaikan PPN
  • Bentuk populisme fiskal jangka pendek menjelang transisi pemerintahan

Namun, seperti yang ditunjukkan oleh Erick Thohir yang menunggu surat resmi, kebijakan ini tetap harus melibatkan pertimbangan rasional ekonomi dan tata kelola perusahaan.

12.2. Erick Thohir: Posisi Strategis dalam Politik Ekonomi

Sebagai salah satu tokoh penting dalam kabinet dan kandidat potensial dalam lanskap politik 2029, sikap hati-hati Erick Thohir memperlihatkan:

  • Upaya menjaga profesionalisme BUMN
  • Menolak menjadi pelaksana kebijakan tanpa dasar hukum dan anggaran yang jelas
  • Menunjukkan pentingnya checks and balances dalam pengambilan keputusan fiskal

XIII. Proyeksi Ke Depan dan Rekomendasi Strategis

13.1. Jika Surat Diterima: Skenario Eksekusi

Jika surat resmi diterbitkan dan disetujui oleh Menteri BUMN, maka:

  • PLN akan mulai melakukan pemotongan tarif langsung pada pelanggan sasaran.
  • Kementerian Keuangan harus menyiapkan kompensasi dan mencairkannya sesuai jadwal.
  • Diperlukan mekanisme audit dan pelaporan ke DPR untuk transparansi.

13.2. Jika Surat Tidak Diterbitkan: Implikasi Politik dan Sosial

Jika surat tidak kunjung diterbitkan atau dibatalkan, ada risiko:

  • Kekecewaan publik, terutama kelompok masyarakat bawah.
  • Kritik kepada pemerintah karena inkonsistensi atau ketidaksiapan dalam membuat kebijakan.
  • Tekanan pada PLN untuk tetap memberi diskon secara informal.

XIV. Penutup: Menakar Arah Kebijakan Energi Sosial di Indonesia

Diskon tarif listrik 50 persen yang menunggu surat dari Airlangga Hartarto menjadi titik krusial dalam sejarah kebijakan energi sosial di Indonesia. Ia menunjukkan:

  • Pentingnya koordinasi lintas kementerian dalam kebijakan lintas sektor.
  • Bahwa program bantuan sosial berbasis tarif tidak sesederhana memberi potongan—melainkan melibatkan ekosistem fiskal, tata kelola, dan keberlanjutan.
  • Peran strategis tokoh seperti Erick Thohir, yang tidak hanya menjadi pelaksana, tapi juga pengimbang agar BUMN tetap kuat dan akuntabel.

XV. Lampiran Analitis: Simulasi Dampak Fiskal terhadap PLN dan Negara

15.1. Estimasi Potensi Kehilangan Pendapatan PLN

Berdasarkan data dari PLN dan Kementerian ESDM, jumlah pelanggan rumah tangga 450 VA hingga 2.200 VA mencapai sekitar 81,4 juta sambungan. Jika setiap pelanggan rata-rata mengonsumsi listrik sebesar 80 kWh per bulan, dan tarif rata-rata adalah Rp1.444/kWh, maka:

Tanpa Diskon:

81,4 juta x 80 kWh x Rp1.444 = Rp9,4 triliun per bulan

Dengan Diskon 50%:

Pendapatan yang diterima hanya 50% → ± Rp4,7 triliun per bulan

Kehilangan Potensi Pendapatan PLN per bulan: ± Rp4,7 triliun

Untuk dua bulan, berarti Rp9,4 triliun. Ini mendekati estimasi resmi PLN yang menyebut potensi kehilangan pendapatan Rp10 triliun selama program ini.

Jika kompensasi pemerintah tidak cair tepat waktu, PLN bisa mengalami gangguan likuiditas jangka pendek dan berpotensi menunda proyek investasi atau pembayaran utang ke vendor dan kontraktor.


15.2. Dampak terhadap APBN dan Rasio Defisit

Pemerintah menganggarkan Rp13,6 triliun sebagai kompensasi dalam APBN 2025. Jika program ini diperpanjang tanpa kesiapan fiskal, bisa berdampak pada:

  • Defisit fiskal: bertambah 0,06% dari PDB jika diasumsikan PDB 2025 sekitar Rp24.000 triliun.
  • Komposisi belanja sosial: bisa membuat anggaran perlindungan sosial lain, seperti bantuan pangan dan subsidi pupuk, terdesak jika tidak dilakukan realokasi yang tepat.

XVI. Wawancara Imajinatif: Perspektif Erick Thohir dan PLN

Wawancara ini bersifat naratif dan spekulatif, sebagai alat analisis.

Q: Pak Erick, Anda menyatakan menunggu surat resmi dari Menko Perekonomian. Kenapa sikap itu penting?

Erick Thohir: Karena kami di BUMN bekerja berbasis tata kelola. PLN adalah perusahaan publik yang diaudit dan diawasi. Tanpa landasan hukum yang jelas, kami tidak bisa menjalankan kebijakan populis yang mengorbankan kelangsungan perusahaan. Kami mendukung masyarakat, tetapi semua harus dengan prosedur yang akuntabel.

Q: Apa risiko jika PLN menjalankan kebijakan tanpa payung hukum resmi?

Erick: Bisa masuk ke wilayah maladministrasi. Kami tidak ingin membuat kebijakan yang nantinya membebani PLN tanpa kompensasi jelas dari negara. Jangan sampai kita berniat baik, tetapi implementasinya salah dan merugikan keuangan negara dan perusahaan.

Q: Jika surat turun, apakah PLN siap?

Erick: Tentu. PLN punya infrastruktur untuk menyesuaikan tarif dengan cepat, melalui sistem billing dan manajemen pelanggan. Tapi ini tidak sekadar soal teknis. Ini soal prinsip tata kelola dan manajemen risiko.


XVII. Analisis SWOT Diskon Tarif Listrik 50%

Kekuatan– Membantu daya beli masyarakat<br>- Meningkatkan kepuasan publik terhadap pemerintah<br>- Mendorong konsumsi listrik yang efisien
Kelemahan– Risiko fiskal tinggi
– Potensi kerugian PLN
– Tidak tepat sasaran jika tidak melalui data TNP2K
Peluang– Momentum reformasi subsidi energi ke arah digital
– Edukasi masyarakat soal efisiensi energi
Ancaman– Diskoneksi antar lembaga pemerintah
– Kecurigaan pasar terhadap kesehatan fiskal
– Penundaan investasi PLN

XVIII. Rangkuman Eksekutif Kebijakan

Judul Kebijakan:

Diskon Tarif Listrik 50% untuk Rumah Tangga Daya 450–2.200 VA

Tujuan:

Mengurangi beban masyarakat akibat kenaikan PPN dan inflasi bahan pokok

Durasi:

Januari – Februari 2025

Pelaksana:

  • Kemenko Perekonomian (inisiator)
  • Kementerian Keuangan (penyedia anggaran)
  • Kementerian ESDM (penetap teknis tarif)
  • PLN dan Kementerian BUMN (pelaksana teknis)

Dampak:

  • Potensi kehilangan pendapatan PLN: ±Rp10 triliun
  • Anggaran negara: Rp13,6 triliun
  • Potensi dampak fiskal jangka menengah

XIX. Penutup

Kebijakan diskon tarif listrik 50 persen menjadi perwujudan dilema klasik dalam tata kelola pemerintahan modern: bagaimana menyeimbangkan kepekaan sosial dengan ketegasan fiskal dan tata kelola korporat. Respons Menteri BUMN Erick Thohir yang menunggu surat resmi bukan semata-mata soal birokrasi. Ia mencerminkan pentingnya akuntabilitas, transparansi, dan koordinasi yang sehat antar lembaga negara dalam melaksanakan program sosial.

Ke depan, Indonesia perlu membangun sistem perlindungan sosial berbasis data dan teknologi, sehingga bantuan seperti ini bisa lebih tepat sasaran, berjangka panjang, dan tidak membebani keuangan negara atau perusahaan negara yang vital seperti PLN.

Kebijakan bukan hanya tentang niat baik—tetapi tentang eksekusi yang benar, tata kelola yang kuat, dan keberlanjutan yang terjaga.

XX. Refleksi Kebijakan: Apa yang Bisa Dipelajari?

20.1. Pentingnya Dasar Hukum dan Prosedur Birokrasi yang Rapi

Salah satu pelajaran paling jelas dari situasi ini adalah pentingnya koordinasi lintas sektor berbasis dokumen resmi. Di era digital, publik bisa mengetahui pernyataan menteri dalam hitungan detik, namun implementasi kebijakan tetap membutuhkan hal yang konvensional: surat resmi, aturan pelaksana, dan persetujuan anggaran.

Ketika Erick Thohir menolak menjalankan diskon tarif tanpa surat resmi dari Menko Perekonomian, itu bukan bentuk pembangkangan, tetapi bentuk perlindungan terhadap tata kelola negara dan korporasi. Hal ini mencerminkan kematangan birokrasi yang semakin memahami pentingnya akuntabilitas fiskal dan keberlanjutan keuangan BUMN.

20.2. Akurasi Sasaran Bantuan Harus Lebih Tajam

Meski intensi memberi diskon tarif listrik patut diapresiasi, efektivitas bantuan tetap bergantung pada akurasi sasaran. Diskon berskala nasional seperti ini seringkali:

  • Terlalu luas sehingga tidak semua penerima benar-benar membutuhkan
  • Kurang presisi dalam mendeteksi kelompok miskin sejati

Idealnya, bantuan langsung berbasis konsumsi seperti diskon listrik perlu dilengkapi dengan pemanfaatan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), NIK, dan platform digital, agar bantuan hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar layak.


XXI. Implikasi Jangka Panjang: Hilangnya Insentif Efisiensi Energi?

Diskon tarif listrik, meski bersifat jangka pendek, berpotensi menciptakan:

  • Moral hazard, yaitu ketergantungan masyarakat pada bantuan tarif.
  • Penggunaan energi yang boros, karena harga yang terlalu murah tidak mendorong efisiensi.
  • Tekanan pada investasi energi terbarukan, karena PLN kehilangan ruang fiskal untuk membiayai pembangkit EBT dan jaringan smart grid.

Karenanya, jika kebijakan semacam ini dilanjutkan tanpa desain jangka panjang, maka bisa bertentangan dengan agenda transisi energi nasional dan target net zero emission Indonesia tahun 2060.


XXII. Narasi Penutup: Demokrasi Energi dan Kepemimpinan Berbasis Akuntabilitas

Kisah tentang Erick Thohir yang menunggu surat dari Airlangga bukan sekadar episode birokrasi. Ia adalah potret bagaimana negara demokrasi modern bekerja. Bahwa bahkan dalam hal yang sangat populer—diskon listrik—masih harus melalui proses legal, koordinasi fiskal, dan tanggung jawab manajerial.

Ini menjadi sinyal penting bahwa Indonesia mulai memasuki era baru, di mana:

  • Program sosial tak bisa hanya berbasis niat baik.
  • Perusahaan negara tidak lagi menjadi “mesin kebijakan populis” tanpa kompensasi fiskal yang jelas.
  • Kepemimpinan publik diukur dari kemampuannya mengelola kebijakan dengan disiplin dan integritas.

“Bantu rakyat, iya. Tapi jangan ganggu keberlanjutan negara dan perusahaan. Semua harus bisa dipertanggungjawabkan.” – Prinsip yang tampaknya dipegang kuat oleh Erick Thohir dalam episode ini.


XXIII. Rangkuman Terakhir: Titik Temu antara Kebijakan Populis dan Tata Kelola Modern

AspekPositifRisiko
Kebijakan DiskonRingankan beban masyarakat pasca-kenaikan PPNTidak tepat sasaran, beban fiskal tinggi
Sikap Erick ThohirMenjaga tata kelola dan disiplin fiskalBisa dilihat publik sebagai lamban jika tidak dikomunikasikan dengan baik
Koordinasi AntarkementerianMenunjukkan dinamika lintas lembaga dalam sistem demokrasiRisiko tumpang tindih dan lambatnya implementasi
Efek pada PLNMeningkatkan citra positif jika dikompensasi dengan baikRisiko kehilangan pendapatan dan terhambatnya investasi
Pelajaran untuk Masa DepanPerlu integrasi data, hukum, dan fiskalProgram populis tanpa dasar kuat berpotensi gagal

XXIV. Arah Tindak Lanjut (Policy Roadmap)

  1. Keluarkan surat resmi dari Menko Perekonomian ke Menteri BUMN dan ESDM, disertai regulasi teknis dari ESDM.
  2. Buat sistem kompensasi berbasis kinerja dan volume listrik, sehingga PLN tidak menanggung beban melebihi yang diperhitungkan.
  3. Evaluasi ketepatan sasaran penerima manfaat menggunakan data TNP2K dan integrasi dengan data kependudukan.
  4. Transparansi penuh dalam laporan realisasi diskon dan dampaknya terhadap keuangan negara dan PLN.
  5. Gunakan momen ini untuk mempercepat digitalisasi subsidi energi, agar lebih efisien dan adil.

XXV. Contoh Surat Resmi Imajiner: Surat Pengajuan Diskon Tarif Listrik dari Kemenko Perekonomian ke Menteri BUMN


KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
Telp: (021) 1234567 | Fax: (021) 1234568


Nomor: 123/SE/KP/VI/2025
Tanggal: 31 Mei 2025


Kepada Yth,
Menteri Badan Usaha Milik Negara
di
Jakarta


Perihal: Permohonan Pelaksanaan Diskon Tarif Listrik 50% untuk Pelanggan Rumah Tangga Daya 450–2.200 VA


Sehubungan dengan arahan Presiden Republik Indonesia dalam rangka meringankan beban masyarakat akibat kenaikan tarif PPN dan inflasi yang sedang terjadi, kami mengajukan permohonan pelaksanaan diskon tarif listrik sebesar 50% selama Januari – Februari 2025 kepada pelanggan rumah tangga dengan daya 450–2.200 VA.

Kami mengharapkan dukungan dan koordinasi dari Kementerian BUMN untuk segera menindaklanjuti kebijakan ini, termasuk penyesuaian sistem tarif dan mekanisme kompensasi dari APBN sesuai dengan alokasi anggaran Rp 13,6 triliun yang telah disiapkan oleh Kementerian Keuangan.

Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,
Airlangga Hartarto
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia


XXVI. Infografik Konseptual: Alur Kebijakan Diskon Tarif Listrik

(Deskripsi untuk desainer grafis atau pengembang konten)

  • Kotak 1: Presiden RI → Arahan stimulus untuk meringankan beban masyarakat
  • Panah ke Kotak 2: Kemenko Perekonomian (Airlangga Hartarto) → Permohonan diskon ke Kementerian BUMN
  • Panah ke Kotak 3: Kementerian BUMN (Erick Thohir) → Menunggu surat resmi dan kesiapan teknis PLN
  • Panah ke Kotak 4: PLN → Implementasi diskon dan penyesuaian tarif
  • Panah ke Kotak 5: Kementerian Keuangan → Penyediaan anggaran kompensasi Rp 13,6 triliun
  • Kotak 6: Masyarakat Rumah Tangga (450–2.200 VA) → Penerima manfaat diskon
  • Catatan di bawah: Pentingnya koordinasi antar kementerian dan transparansi pelaporan

XXVII. Daftar Referensi dan Sumber

  1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
  2. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017 tentang Harga Jual Tenaga Listrik
  3. Laporan Keuangan PLN 2024 (PT PLN Persero)
  4. APBN 2025, Kementerian Keuangan RI
  5. Pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir, Media Nasional (Mei 2025)
  6. Data TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan)
  7. Studi World Bank tentang Subsidi Energi di Negara Berkembang, 2023
  8. Analisis Kementerian ESDM terkait Tarif Listrik dan Subsidi, 2024
  9. Artikel Kompas, “Kebijakan Diskon Listrik dan Dampak Fiskal”, April 2025
  10. Interview dengan Ekonom Energi, LIPI, Mei 2025

baca juga : Daftar Lowongan Kerja di Job Fair Kemnaker 2025, Ada Ribuan Posisi dari Berbagai Perusahaan